Muhammad al khawarijmi menemukan bilangan nol atau yang biasa disebut “zero”, manusia jika
dianalogikan adalah sebuah ruang bentuk yang diilhami kepandaian secara ruh.
Jazad hanyalah sebagai sarana manusia berinteraksi dalam kehidupannya. Hakikat
kematian memberi pelajaran arti kehidupan yang sesungguhnya bahwa setiap
mahkluk yang bernyawa akan menemui ajalnya. Lantas perjalanan selanjutnya
apakah hanya melalui ruang dimensi lain yang tak dapat disentuh ragawi? Apakah
pemikiran manusia juga akan sepenuhnya hilang?
flicker.com |
Zero dan kosong maupun kekosongan berbeda jauh
maknanya, nol sama dengan zero. Tapi beda dengan kosong. Kita sudah familier
menerapkan dalam pemikiran, bahwa bilangan nol (0) diucapkan kosong. Namun
melihat pengertian keruangan, kosong adalah sebuah dimensi dimana tidak ada
volume apapun didalamnya, lantas mengapa tiap ruang 2 hingga n dimensi bisa
dicari jumlah volumenya? Kita gariskan wise
word sidharta gautama yang mengajarkan kosong adalah isi, isi adalah
kosong. Dalam deret hitung, kita mengenal angka dari 0 hingga n. Lalu mentoknya
ada di bilangan 0 juga. Mungkin kita
semua menganggap uraian diatas hanyalah sebuah omong kosong belaka, tak ada
esensi yang berkaitan dengan kehidupan kita. Ya? Benar. Itu semacam paradigma
yang dipakai secara praksisnya, tak jauh berbeda dengan apa yang diajarkan oleh
karl max tentang ketiadaan. Ketiadaan ada karena keadaan, keadaan menimbulkan
juga ketiadaan. Kita akrab dengan yang namanya kelangkaan suatu hal. Misal
kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) karena memang termasuk kedalam exhausted resources atau sumber daya
yang tidak dapat diperbaharui dan berbanding lurus dengan kebutuh manusia yang
terus meningkat tiap detiknya. Kelangkaan dalam ilmu ekonomi juga disebut
dengan scarcity.
Manusia juga makhluk yang membutuhkan sesuatu
untuk hidup, survive atau melanjutkan kehidupan bahasa kasarnya, tapi kita
tidak harus secara kasar ( memaksa ) untuk mendapatkan sesuatu karena keadaan
yang sangat terpaksa sekalipun. Meskipun manusia dibekali akal untuk bertindak,
mengapa tidak digunakan untuk hal yang berdampak positiv? Al-Gore, peraih nobel
pelestarian lingkungan dunia, adalah seorang senator AS, meskipun tidak jadi
presiden tapi ia berhasil menyakinkan bahwa zaman kita adalah warisan dari
peradaban manusia sebelumnya, tetapi bagaiamana kita juga ditangguhkan untuk
keadaan 20 tahun yang akan mendatang? Pernyataan yang hingga kini masih
terkenang yaitu, apa yang kita lakukan sekarang adalah nantinya akan berdampak
besar untuk 2 dekade tahun mendatang, kehidupan anak-cucu kita. Mulailah disitu
kita disadarkan tentang pentingnya memikirkan sebelum bertindak, sustainable
development ( pembangunan berkelanjutan ) tanpa harus mengorbankan apa yang
seharusnya anak-cucu kita nikmati di zamannya. Karena menekankan apa yang harus
kita lakukan sekarang adalah belum cukup adanya jika hanya memikirkan besok
atau lusa saja.
Tentu kita risih saat sisi manusia disenggol
dengan hewan yang kita anggap tak memiliki akal dan pikiran, hanya mementingkan
perut dan bertahan hidup. Tak menutup kemungkinan semua bisa terjadi jika kita
tidak mengetahui sisi lain dari kehidpan kita, memang sulit jika mengatakan
semua harus se ideal mungkin. Tapi tak ada pilihan lain jika sama halnya sudah
diambang krisis kepercayaan diri sebagai manusia yang memanusiakan.
4 komentar:
di ntunggu lagi tulisannya :D
siap gan, lagi belajaran nulisnya nih :)
Tulisan bagus tur
@gie hanapi : masih belajar oum
Posting Komentar