Siapa yang tak mau hidupnya beruntung?
Kebumen merupakan salah satu kota
kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dengan indeks fiskal terburuk nomer 3. Dengan
adanya fakta seperti ini, perlu dijaki dengan penelurusan lebih jauh bagaimana
bisa sebuah kota kecil dengan populasi 1 juta lebih penduduknya bisa mencukupi
kebutuhan sehari-hari termasuk perihal pangan.
Sebagian besar profesi penduduk
kota ini adalah petani dan pekerja lepas. Meskipun demikian, potensi kesuburan
lahan yang digarap baik maupun sawah reguler (3 kali masa panen padi) dan sawah
tahunan ( sawah ladang ) cukup baik. Mengarah dari arah kesuburan tanah, lagu
yang tercipta dari salah satu grup band musisi legendaris, koes plus tentang
judulnya yaitu kolam susu. Ada penggalan kalimat seperti tongkat kayupun jadi
tanaman. Orang bilang tanah kita tanah surga, dst.,
Singkong adalah bahan dasar dari #golak,
dimana tumbuhan jenis ubi kayu itu gampang sekali ditemukan. Tak kenal musim
bisa dipanen dan ditanam. Sungguh keajaiban luar biasa dianugerhkan kepada
tanah bumi pertiwi ini. Pasalnya, singkong seringkali jadi bahan makanan
alternatif dikala paceklik, krekel misalnya.
Angka 8 bisa berarti tanda siklus
kehidupan manusia yang tak terbatas, semakin lama ia tinggal atau hidup,
semakin banyak pula perubahan yang dapat dirasakan. Dalam teori Quantum,
angka 8 diartikan sebagai “infinitive” atau tak keterhinggaan.
Semangat yang ada dari pembuat #golak, meskipun tak lagi populer karena ciri
khas tradisionil tetap dipakai dari jaman dahulu hingga sekarang. Mereka tetap
konsisten menjajakan #golak di keramaian-keramaian meskipun kerap kali tak
seberapa rezeki didapatkan. Hanya bermodalkan sentir, tampah dan cepon serta
lembaran plastik digelar diatas tampah untuk display dagangan. Tak lupa pula
sepeda onthel butut tua yang nilai historisnya tak semua orang mengenal. Kompor
luweng bak portable ia bawa kemana-mana. Sesekali ada yang pakai kompor gas lpg
hijau 3 kg hasil cipta kebijakan konversi BBM minyak tanah WaPres JK kala itu
digunakan.
Pedagang #golak bisa dijumpai di
seantero Kebumen, selagi pasar tradisional masih hidup hingga petang menanti
fajar, disitulah biasanya melipir dipojokan jalan. Walau tak diundangpun kadang
hadir disetiap acara yang diselenggarakan, biasanya kalau ada wayang, ebleg,
bahkan sampai hajatan besar. Panitia acara tidak usah repot-repot menghadirkan
sosok penjual jenis itu, karena informasi yang didapat dari penjual #golak pun
perlu diapresiasi. Kapan ada acara dan acaranya apa, pasti sudah tau. Entah
jenis metoda intelijen apa yang digunakan sampai orang penjual #golak tau
perkembangan di era serba digital ini.
#golak unik tapi tak menarik,
tapi bikin kangen. Nah kangen ini bisa jadi senjata handal untuk melumpuhkan
ingatan suram kepada mantan misalnya. Lebih ngeri lagi jika keadaan yang
sedemikian paradoksnya adalah antara pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya manusia yang harus berimbang seiring tingkat kebutuhan serta
kesejahteraan. Tidak semerta merta hanya untungkan pihak investor dan hanya
berdampak kecil pada masyarakat lokal. Buat apa kalau akhirnya eksploitasi
merusak segalanya, untungkan segelintir orang saja.
Mungkin bisa jadi dengan adanya
penguatan sumber daya manusia, dibarengi dengan penyadaran bahwa kreatifitas
yang harus digaungkan dengan bersamaan dinamika yang menjadi paradoksal antara
kebutuhan dan kesadaran sebagai warga Kebumen. Dewasa kini, wacana-wacana saja
tidaklah tepat sasaran mengingat pasaran wacana hanya untuk segelintir orang
yang mau menginginkan perubahan. Ya, namanya juga kaum yang ingin perubahan
yang biasa disebut revolusioner pastilah agak berbau fanatik, bahkan radikal
dan yang paling ironi adalah jumlahnya sedikit ( minoritas ). Bagi para kaum
revolusionis, bisa lihatlah bagaiman soekarno dkk dahulu menyadarkan dan
melakukan konsolidasi sebagai gerakan yang menghimpun bukan hanya masa, tapi
kesadaran untuk terus bergerak ke arah yang lebih baik. Semisal konsep marhaen yang pernah digalakan pada era
zaman perjuangan bisa jadi intisari semangat perjuangan walau keterbatasan
finansial. Apakah seperti pungguk merindukan bulan ketika kita sebagai warga Kebumen
merindukan sosok seperti Soekarno?
Saya rasa tidak, karena namanya
juga impian kan sedari zaman sekolah kita dididik untuk menciptakan mimpi,
bukan sekedar mengkhayal dan jadi delusi-delusi yang justru sesatkan pemikiran
nan rohani. Oh iya, sekarang kan lagi booming-boomingnya pengummpulan masa ini
itu terkait mendekati masa pilkada. Mestinya masa yang terhimpun nantinya tidak
sekedar asal milih karena dijanjikan politik balas budi. Begitu juga yang berlaku ketika timses itu
sendiri yang berperan di garda terdepan. Boleh dibilang garda terdepan
perubahan. Bagaimana tidak? Calon yang diusungnya kan mau dijadikan pemimpin
yang ikut perjuangin perubahan itu juga kan?
Relawan adalah agen-agen
perubahan, sepertinya ini perlu ditegaskan lagi. Karena mereka yang
berkecimpung di politik praktis musti memahami. Termasuk saya sendiri pun
sadar, siapalah saya. Hanya orang yang lemah dan tak ada apa-apanya
dibandingkan dengan mereka yang turun ke jalan secara langsung. Sosialisasi
jadi perihal utama terkait langkah penyadaran bahwa persepsi masyarakat yang
tidak percaya partai karena ini-itu mesti harus ada duitnya. Mau jadi apa kita?
Kebutuhan memang kadang jadi
permasalahan yang kompleks kala dibenturkan dengan berbagai dinamika kehidupan
seperti lapangan pekerjaan, penghasilan, pajak, perizinan, dan ruang gerak yang
diberikan kepada mereka yang ingin belajar mengaktualisasikan diri pada bidang
tertentu. PR terbesar bagi para pendidik ataupun orang yang dituakan, adalah
memaksimalkan, mewadahi, serta mengeluarkan potensi-potensi serta mengasah
kemampuan sebagai ciri khas sumber daya manusia yang kompeten. Ini biasanya
menyangkut passion. Sejauh mana mood akan bertindak dan mencipta ide-ide segar
yang dibutuhkan untuk mencairkan kebekuan diantara barisan para mantan.
Sekian pembahasan mengenai #golak
sebagai salah satu makanan olahan khas tradisional, semoga dapat jadikan
refleksi ditengah perkemnganan zaman yang kian kekinian. Aamiin.
3 komentar:
Bagus
Bagus
@gie hanapi :suwun om.
Posting Komentar